Wednesday, March 18, 2015

Mendaki Gunung Ciremai


Gunung Ciremei merupakan gunung paling atas di Jawa Barat ( 3.078 Mdpl ), bisa terkesan dengan jelas oleh para penumpang kereta api alias kendaraan umum lainnya sepanjang jalur pantura kurang lebih Cirebon. Untuk mencapai puncak Ciremei tersedia tiga jalur yang bisa ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan, jalur Linggarjati. Jalur Linggarjati adalah yang paling terjal serta terberat, tetapi jalur ini adalah yang paling tak jarang dilewati pendaki.




Pendakian Jalur Apuy 

Selepas ladang udara menjadi sejuk sebab vegetasi lumayan tinggi menanungi jalur. Humus daun-daun kering basah berwarna kecoklatan bergerisik di sepanjang jalur setapak. Aroma tanah basah, daun-daun segar dan kehangatan cercah matahari mengintip dari balik pucuk-pucuk pohon, ditingkah desah nafas kami mengatur langkah. Satu dua kali tersedia percabangan pencari kayu, namun jalur mutlak tampak jelas. Orientasi kiri dan pasti saja tetap di punggungan. Perjalanan relatif santai dengan medan tak terlalu terjal dan sesekali memberi sedikit bonus (agak datar). Kicauan burung yang menyejukkan hati mengiringi sepanjang langkah kami. Pos Simpang Lima (1908 mdpl) berupa dataran lumayan untuk 2-3 tenda kapasitas 4 orang.

Dari Pos 2 (Simpang Lima) menuju Pos 3 (Tegal Wasawa) memerlukan waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Jalur terus terjal, hutan makin tertutup dan bonus menjadi langka. Cercah mentari perlahan meredup dan udara menjadi terus sejuk. Kurang lebih 100 m menjelang pos III, tersedia simpang tiga yang lumayan jelas, pertemuan jalur baru dan jalur lama. Jalur di segi kanan adalah jalur lama dari pos I yang melalui situ (danau) dan kuburan dengan track agak melambung. Kami mengambil jalur kiri menuju ke pos III. Pos III (Tegal Wasawa) 2.400 mdpl) berupa dataran lumayan untuk 1 tenda kapasitas 4.

Dari Pos 3 Tegal Wasawa menuju Pos 4 Tegal Jamuju (2.600 mdpl) waktu yang ditempuh relatip lumayan singkat kurang lebih 35 menit. Medan berupa tanah yang lumayan padat melintasi hutan yang lumayan lebat dan rindang. Sesekali kami melintasi akar-akar pohon.

Dari Pos 4 (Tegal Jamuju) menuju Pos 5 Sanghiang Rangkah (2.800 mdpl) waktu tempuh kurang lebih 1 jam 20 menit. Perjalanan menuju Pos 5 lumayan panjang dan terjal. Pos V adalah pertemuan jalur Apuy dan Palutungan, di sebelah kanan tersedia papan penunjuk jalur. Palutungan menuju Sanghiang Ropoh, Pos VII jalur Palutungan. Di segi jalur menurun ke bawah, tersedia sungai kering. Berbagai tahap jalur sungai tsb. tersedia ceruk dengan genangan air.

Pos 5 Sanghiang Rangkah menuju Pos 6 Goa Walet yang berada diketinggian 2.950 m dpl butuh waktu tempuh kurang lebih 2 jam. Jalur berbatu menganak sungai membikin perjalanan melambat. Di tengah jalur batu, tersedia sebatang pohon yang ditempel papan penunjuk ke puncak dan turun ke arah Palutungan.

Pos 6 Goa Walet menuju Puncak Ciremei telah dekat hanya butuh waktu 35 menit. Puncak Ciremei dari segi Selatan tersedia tugu penanda puncak paling atas gunung Ciremei.

Pendakian Jalur Palutugan

Pos I Cigowong terletak di ketinggian 1450 mdpl. Di sini tersedia sungai kecil maka pendaki bisa menyiapkan persediaan air sebanyak mungkin sebab tak bakal ditemui lagi sumber air hingga puncak. Selepas Cigowong lintasan tetap landai memasuki hutan dan melalui Blok Kta yang berada di ketinggian 1.690 mdpl, dan bakal hingga di Blok Pangguyangan Badak. Paguyangan Badak adalah area yang berada di ketinggian 1.790mdpl. Daerah ini tersedia puing-puing bangunan tua.

Untuk hingga di Blok Arban butuh waktu kurang lebih 30 menit dengan lintasan yang mulai menanjak. Blok Arban diketinggian (2.030 mdpl) adalah pos III dengan area yang lumayan datar dan teduh.

Lintasan mulai menanjak dan kurang lebih 2,5 jam bakal hingga di Tanjakan Asoy (2.108mdpl) yang adalah pos IV. Tempat ini berupa tanah datar berkapasitas yg lumayan luas. Selepas dari sini lintasan terus menanjak dalam waktu 1 jam bakal hingga di Blok Pesanggrahan (2.450mdpl).

Selepas dari pos V (pasangrahan) pendaki mulai memasuki kawasan vegetasi yang ditumbuhi cantigi dan edelweiss hingga di Bolk SangHyang Ropoh (2.590 mdpl). Lintasan ini sangat licin apabila hujan turun. SangHyang Ropoh (Pos VI) terletak di daerah yang datar dan terbuka.

Selepas pos VI lintasan tetap curam dan licin, dengan tanah berwama kuning mengandung belerang. Selanjutnya kami bakal hingga di pertigaan yang menuju ke jalur Apuy dan ke Kawah Gua Walet. Pada segi kanan lintasan tersedia Kawah Gua Walet (2.925 mdpl) yang tak jarang dipakai untuk bermalam dan berlindung dari cuaca buruk. Di sebelah kiri, lintasan bakal menyatu dengan jalur Apuy (Majalengka).

Untuk hingga di puncak Ciremai (Puncak Sunan Cirebon) dibutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam. Sesampainya di puncak pendaki bisa menikmati indahnya pemandangan dua kawah kembar yang berdampingan. Untuk mengitari kawah ini dibutuhkan waktu kira-kira 3 jam. Tidak hanya itu, pendaki juga bisa menyaksikan ke arah barat indahnya kota Majalengka, ke arah utara panorama kota Cirebon dan Laut Jawa, dan dari kejauhan ke arah timur tampak Gunung Slamet yang tertutup awan. Di pagi hari pada bulan-bulan tertentu sunrise bakal timbul cocok dari puncak gunung Slamet.

Pendakian Jalur Linggajati

Seusai dari Pos Pendaftaran dengan melintasi jalanan beraspal pendaki memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Cibeunar yang berada di ketinggian 750 mdpl. Tempat ini sangat ramai dengan para pendaki yang ingin mengadakan pendakian maupun renaja yang sekedar camping. juga tersedia sumber air yang lumayan melimpah, yang tak bakal ditemui lagi sepanjang perjalanan hingga di puncak.

Seusai Cibeunar lintasan bakal melalui ladang penduduk dan kawasan hutan pinus hingga memasuki Leuweng Datar di ketinggian 1.285 mdpl. Leuweng Datar terletak di tengah-tengah hutan tropis. Selepas daerah ini lintasan mulai menanjak dan melalui area yang lumayan datar sebagai camp yakni Sigedang dan Kondang Amis (1.350mdpl).

Untuk hingga Kuburan Kuda dibutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Blok Kuburan Kuda berada pada ketinggian 1.580 mdpl, adalah lapangan datar yang lumayan luas dan lumayan teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Di dekat jalur terdapt kuburan kuda.

Setelah Kuburan Kuda, jalur terus curam dan kami bakal hingga di Pengalap (1.790 mdpl).Dengan aspek lintasan yang mulai membesar kami bakal melalui Tanjakan Bin-Bin (1.920 mdpl) dan terus menanjak lagi ketika melalui Tanjakan Seruni.

Tanjakan Seruni (2.080 mdpl) adalah lintasan yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki bakal menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Belum lagi bila hujan turun, jalur ini bakal menjadi lintasan ajaran air hujan semacam air terjun. Begitu juga dengan jalur berikutnya hingga hingga di Tanjakan Bapak Tere (2.200 mdpl).

Selepas Tanjakan Bapatere lintasan tetap menanjak hingga hingga di Batu Lingga dengan waktu tempu kurang lebih 2,5 jam. Batu Lingga (2.400 mdpl) adalah pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan tersedia suatu batu berkapasitas besar dahulunya tempat Wali songo bersolat dan berkotbah. Pos ini adalah tempat yang keramat, konon pawa Wali tak jarang mengadakan pertemuan di tempat ini menurut pengakuan para pendaki keberadaan para wali ini ditandai dengan gumpalan cahaya yang terbang di tempat ini. Di tempat ini tersedia dua buah batu nisan.

Meninggalkan kawasan Batu Lingga lintasan tetap menanjak. Di tengah perjalanan pendaki bakal menemui dua pos peristirahatan berupa tanah datar yakni Sangga Buana Bawah (2.545 mdpl) dan Sangga Buana Atas (2.665 mdpl). Selepas itu pendaki bakal memasuki batas vegetasi antara hutan dengan daerah terbuka.

Pangasinan berada pada ketinggian (2.860 mdpl) adalah pos terakhir. tempatnya lebar maka lumayan untuk membuka belasan tenda, meskipun lokasinya agak berbukit-bukit. Kabut dan hujan yang tak jarang timbul dipuncak meskipun di musim kemarau menyisakan genangan air di celah-celah bebatuan maka bisa dimanfaatkan untuk minum dan memasak.

Dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk merangkak melalui bebatuan cadas untuk hingga di puncak. Hujan deras tak jarang timbul di puncak maka ajaran air terkucur dari atas membasahi para pendaki. Di puncak pendaki bisa memandang menonton kota Cirebon dan laut Jawa, kapal-kapal besar nampak dikejauhan. Kearah Timur tampak gunung Slamet dengan puncaknya yang tertutup awan.

Puncak gunung Ciremei mempunyai kawah yang sangat curam dan sangat indah, pendaki yang nekad tak jarang turun ke kawah untuk membikin tulisan di atas lumpur kawah. Pejiarah tak jarang datang untuk berdoa dipuncak ini. Mereka mendaki dengan berpuasa dan makan bekal nasi bungkus seusai tiba di puncak. Bandingkan pejiarah dengan para pendaki gunung yang setiap saat makan dan minum saja kadang tetap juga tak hingga puncak.

Tak sedikit sekali pendaki yang hanya berkemah di pertengahan pos dan tak mampu meneruskan perjalanan ke puncak, sebab medan yang berat dan susahnya air, dan kembali turun, untuk itu persiapkan bekal yang berlebih dan bawalah tenda. Sebab kemungkinan besar perjalanan bakal tertunda, maka wajib bermalam.

Tuesday, March 17, 2015

Mendaki Gunung Salak



Gunung Salak adalah suatu gunung berapi yang dengan cara administratif berada di wilayah Kabupaten Bogor serta Kabupaten Sukabumi. Gunung ini mempunyai beberapa puncak diantaranya adalah puncak Salak I dengan ketinggian 2.211 m dpl serta puncak Salak II dengan ketinggian 2.180 m dpl.

Gunung Salak bukanlah nama dari tanaman salak, tetapi berasal dari bahasa sangsekerta “salaka” yang berarti perak. Letusan terbaru gunung ini terjadi pada tahun 1938 berupa erupsi freatik yang terjadi di kawah Cikuluwung Putri.

Pendakian Gunung Salak bisa melalui beberapa jalur pendakian. Puncak yang tak jarang didaki adalah puncak I serta II. Puncak Salak I bisa didaki dari arah Cimelati dekat Cicurug, Cidahu Sukabumi alias Kawah Ratu Gunung Bunder.

Untuk mendaki gunung ini sebaiknya dilakukan pada pertengahan musim kemarau. Pada musim kemarau jalur pendakian tak terlalu becek, angin tak terlalu kencang, serta tak ada pacet alias lintah.

Pendakian gunung salak ini bisa dilakukan lewat empat pilihan rute pendakian yaitu:

Rute Pendakian Gunung Salak
  • Jalur Cidahu (Sukabumi)
  • Jalur Giri Jaya (Curug Pilung)
  • Jalur Kutajaya/Cimelati
  • Jalur Pasir Reungit
Jalur Cidahu, Sukabumi

Salah satu jalur yang tak jarang dipakai oleh pendaki gunung adalah dari Wana Wisata Cangkuang, Kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi. Dari Jakarta menuju ke tempat ini bisa memakai bus jurusan Sukabumi alias kereta api dari Bogor jurusan Sukabumi kemudian turun di Cicurug. Selanjutnya dari Cicurug sambung dengan mobil angkot jurusan Cidahu.

Dari tempat ini ada dua jalur pendakian, yakni jalur lama yang menuju puncak I serta jalur baru yang menuju Kawah Ratu. Wana Wisata Cangkuang tak jarang dipakai menjadi perkemahan dengan pemandangan air terjun yang indah serta tak jarang dipakai pendaki menuju ke Kawah Ratu. Dari jalur ini pula pendaki bisa menuju ke Puncak Salak I.

Di pintu masuk Wana Wisata ini tersedia tempat yang enjoy untuk berkemah, juga tersedia tak sedikit warung makanan. Dari jalur ini bisa menuju Kawah Ratu, waktu yang dibutuhkan adalah kurang lebih 3-5 jam perjalanan. Sedangkan untuk menuju ke puncak Gunung Salak I dibutuhkan kurang lebih 8 jam perjalanan.

Dari perkemahan menuju shelter III mempunyai jalur awal curam, kemudian lembab serta basah. Pada musim hujan jalur ini adalah jalur licin serta curam, perjalanan tertolong oleh akar-akar pohon. Pada shelter ini tersedia sungai yang jernih serta tersedia tempat yang lumayan luas untuk mendirikan tenda dengan pemandangan hutan tropis yang lebat.

Menuju shelter IV, jalur terus curam. Jalur ini berupa tanah merah. Di beberapa tempat, kalian bakal melalui beberapa tempat becek sedalam dengkul kaki. Pada jalur ini juga pendaki bakal melalui dua buah sungai yang jernih airnya. Untuk pendakian jalur ini sebaiknya mengambil air jernih di sini sebab pada musim kemarau sungai ini menjadi sumber air bersih terakhir. Sehelter IV adalah persimpangan jalan. Untuk menuju ke Kawah Ratu ambil jalan ke kiri, sedangkan untuk menuju ke puncak Gunung Salak ambil jalur ke kanan. Di shelter ini mempunyai area yang lumayan luas untuk membangun tenda.

Menuju Kawah Ratu Dari Shelter IV menuju Kawah Ratu dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Kawah ratu terdiri dari 3 kawah, Kawah Ratu (paling besar), Kawah Paeh (kawah mati), Kawah Hurip (kawah hidup). Kawah Ratu adalah kawah aktif yang dengan cara berkala mengeluarkan gas berbau belerang. Di tempat ini dilarang mendirikan tenda serta dilarang minum air belerang.

Menuju Puncak Gunung Salak Dari Sehleter III menuju shelter IV bakal memperlukan waktu 1 jam. Perjalanannya bakal melintasi akar-akar pohon yang tertutup tanah lunak jadi kaki bisa terpelosok. Dari tempat ini bakal terkesan Kawah Ratu dengan sangat jelas. Seusai melalui sungai kecil serta tempat yang sangat luas, pendaki berbelok ke kanan. Kemudian berlangsung ke kiri mengikuti pagar kawat berduri.

Jalur ini sangat sempit, sedikit turunan, agak landai, juga curam. Pada segi kiri serta kanan jalan berupa jurang yang curam serta dalam. Pada jalur ini ditutupi rumput serta pohon. Satu jam melintasi jalur ini pendaki bakal melintasi akar-akar pohon serta bebatuan.

Jalur shelter V sedikit menurun kemudian kembali menajak tajam. Pendaki bakal memanjat tebing batu curam. Menuju shelter VI memerlukan waktu kurang lebih 1 jam, jalur terus curam serta sempit jadi tak ada waktu untuk beristirahat.

Pada shelter VII pendaki butuh waktu kurang lebih satu jam untuk mendaki punggung gunung yang terus menanjak. Pada jalur ini pendaki bakal tak sedikit melintasi akar pohon jadi bila angin bertiup pendaki bakal ikut bergoyang. Dari sini hanya memperlukan waktu sepuluh menit untuk menuju puncak Gunung Salak I, jalur ini telah tak terlalu curam.

Hinggalah pada puncak Gunung Salak I, Puncak Gunung ini tetap tak sedikit ditumbuhi pohon-pohon besar. Tempatnya sangat luas serta bisa dipakai untuk mendirikan beberapa tenda. Di puncak ini tersedia beberapa makam kuno, diantaranya makam Embah Gunung Salak yang nama aslinya Raden K.H. Moh. Hasan Bin Raden K.H. Bahyudin Braja Kusumah. Tak jauh dari makam Embah Gunung Salak, tersedia makam kuno yang lain, yakni makam Raden Tubagus Yusup Maulana Bin Seh Sarip Hidayatullah. Di puncak Gunung Salak I ini juga tersedia suatu pondok yang tak jarang dipakai oleh para penjiarah untuk menginap.

Jalur Giri Jaya (Curug Pilung)

Jalur Giri Jaya tersedia di Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Menuju Puncak Gunung Salak dari jalur ini bisa dilalui dengan waktu tempuh 5 – 8 jam perjalanan. Jalur ini berada di Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Untuk menuju desa Giri Jaya bisa ditempuh dengan memakai kendaraan Ojek dari Cicurug. Alias pendaki bisa berlangsung kaki dengan waktu tempuh kurang lebih 3,5 jam perjalanan.

Dari pintu masuk Wana Wisata Curug Pilung dengan berlangsung kaki beberapa meter bakal telihat Gapura pintu masuk Pasareyan Eyang Santri. Dari sana pendaki bisa berlangsung melalui rumah penduduk, kemudian bakal hingga kebun-kebun rumah penduduk. Seusai berlangsung 15 menit pendaki bakal hingga di suatu pertapaan Eyang Santri, disekitarnya tersedia MCK yang terdapatair bersih di dalamnya. Pendaki wajib mengambil air bersih dari sini sebab melalu jalur ini hingga mencapai puncak tak tersedia mata air.

Di bawah pertapaan Eyang Santri tersedia air terjun yang indah, namanya air terjun Curug Pilung. Daerah ini juga bisa dipakai untuk berkemah. Dari lokasi pertapaan Eyang Santri pendaki bakal melalui jalur yang agak landai, melalui pohon pohon damar. Bila cuaca keren dari sini bisa terkesan Gunung Gede serta Gunung Pangrango dengan sangat jelas. Lereng-lerengnya tak sedikit ditumbuhi pohon besar serta lebat. Dalam waktu 1 jam perjalanan jalur tetap agak landai serta melalui jalan yang sempit serta licin.

Kurang lebih 3-4 jam perjalanan pendaki bakal hingga pada suatu makam Pangeran Santri. Di kurang lebih makam tersedia mushola serta suatu pondok. Dari makam ini jalur terus curam, melawati akar serta tanah. Dari tempat ini tetap dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan untuk menuju puncak.

Di beberapa tempat wajib menaiki batu batu besar yang licin yang disekitarnya adalah jurang. Tidak hanya itu tersedia akar yang tertutup lumut, bila menginjak tanah bakal terjeblos ke celah-celah akar. Di daerah ini biasanya tersedia monyet serta beberapa burung. Selanjutnya pendaki bakal hingga di pertemuan jalur yang berasal dari Cangkuang, tepatnya di shelter VII. Dari Shelter VII jalur telah mulai agak landai melalui akar-akar pohon. Kurang lebih 10 menit kemudian kami bakal hingga di puncak Gunung Salak I.

Jalur Kutajaya/Cimelati

Jalur Kutajaya alias Cimelati adalah jalur pendakian ke puncak Gunung Salak yang paling singkat serta paling cepat, tetapi di sepanjang jalur pendaki bakal susah menemukan sumber air, jadi air bersih wajib dipersiapkan sejak dari bawah.

Untuk menuju Kutajaya dari Bogor pendaki naik mobil ke jurusan Sukabumi turun di Cicurug alias Cimelati. Cicurug adalah kota kecamatan yang masuk ke wilayah kabupaten Sukabumi, segala perlengkapan pendakian wajib dipersiapkan di sini. Dari pasar Cicurug yang juga merangkap terminal kami bisa mencarter mobil ke Kutajaya alias naik ojeg. Kendaraan umum hanya ada di pagi hari, itupun dalam jumlah sangat terbatas.

Perjalanan dimulai dari desa Kutajaya dengan menyusuri ladang serta kebun pertanian penduduk, sebab banyaknya percabangan jadi perjalanan sebaiknya dilakukan siang hari, usahakan untuk rutin mengikuti punggung gunung.

Bila agak susah menemukan jalur bisa mengikuti arah ke air terjun. Tersedia tanda-tanda yang jelas pada setiap pos, tetapi tanda-tanda penunjuk arah menuju puncak sangat jarang. Disepanjang jalur ini tak ada tempat yang lumayan luas serta datar untuk membuka tenda. Di beberapa pos tersedia tempat yang lumayan untuk mendirikan 1-2 buah tenda ukuran kecil. Jalur ini jarang dilalui pendaki jadi kadangkala tertutup rumput serta dedaunan.

Seusai melintasi ladang pertanian penduduk, pendaki melintasi hutan yang lumayan lebat tetapi tak terlalu lembab. Selanjutnya bakal dijumpai pertigaan dari Kutajaya, air terjun serta menuju puncak. Berlangsung menuju ke arah puncak kurang lebih beberapa ratus meter bakal dijumpai Pos 3. Jalur ini terus menanjak melintasi hutan-hutan yang lumayan lebat. Di Pos 4 pendaki bakal menemukan percabangan lagi. Di sini tersedia pipa saluran air, jangan mengikuti pipa saluran air, baik yang ke atas (kiri) maupun ke bawah (kanan).

Seusai melalui Pos 4 jalur kelihatan lumayan jelas serta tak tidak sedikit percabangan lagi. Dengan berlangsung menempuh kurang lebih 1 jam bakal hingga di Pos 5. Jalur terus menanjak melintasi hutan lebat serta kadangkala pendaki wajib melintasi akar-akar pohon. Sepanjang jalur Kutajaya ini pemandangan monoton hanya berupa hutan-hutan, tetapi pendaki kadangkala bakal menonton satwa-satwa semacam aneka tipe burung, juga suara-suara monyet, bahkan seringkali rombongan monyet melintasi jalur ini.

Untuk menuju Pos 6 dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan. Di Pos 6 tersedia tanah datar yang lumayan untuk mendirikan 1 buah tenda. Tetap dibutuhkan lagi waktu kurang lebih 1 jam perjalanan untuk menuju puncak Gunung Salak I. Penjalanan melalui jalur ini bakal hingga cocok di samping makam Mbah Gunung Salak alias puncak Gunung Salak 1 dengan ketinggian 2.211 mdpl.

Jalur Pasir Reungit

Untuk menuju ke Pasir Reungit dari stasiun Bogor naik mobil angkot jurusan Bebulak. Kemudian dari terminal Bebulak disambung dengan mobil jurusan Leuwiliang, turun di simpang Cibatok. Dari Cibatok disambung lagi dengan mobil angkutan pedesaan ke Gunung Picung alias Bumi Perkemahan Gunung Bunder yang beres di Pasir Reungit.

Untuk menuju puncak gunung Salak I jalur ini adalah jalur terpanjang sebab wajib memutar serta melintasi Kawah Ratu. Jalur pendakian dari Pasir Rengit ini untuk menuju ke Kawah Ratu mempunyai medan menanjak serta berbatu melalui air terjun.

Di rute ini bisa dijumpai dua kawah berkapasitas kecil, yakni Kawah Monyet serta Kawah Anjing. Pada musim hujan beberapa tahap medannya berubah menjadi saluran air alami. Di kurang lebih Desa Pasir Reungit tersedia perkemahan serta tiga mata air yakni, Curug Cigamea Satu, Curug Cigamea Dua, serta Curug Seribu, yang bisa disinggahi sebelum ke Kawah Ratu. Curug Cigamea ini tingginya tak lebih lebih 50 meter.

Tak jauh dari kampung Pasir Rengit, tersedia Curug Ngumpet. Tumpahan airnya lumayan lebar dengan ketinggian kurang lebih 20 meter. Sedangkan Curug Seribu mempunyai tinggi mencapai 200 meter, serta tumpahan curug lumayan besar serta menyatu, jadi dari jarak jauh telah terasa percikan airnya yang dingin.

Mendaki Gunung Panderman


Gunung Panderman bisa dikatakan adalah ikon alam Kota Batu. Dimanapun kamu berada dalam wilayah Kota Batu, gunung ini bakal rutin tampak dan menjadi latar belakang yang menarik. Puncaknya bisa dilihat jelas dari bawah, tetapi meskipun puncaknya terlihat tak begitu tinggi, untuk mencapainya dibutuhkan stamina yang prima sebab jalan menuju ke puncak menanjak lumayan tajam dan melelahkan. Apabila kamu kebetulan sedang berada di alun-alun Kota Batu, jadi gunung setinggi 2045 meter ini bakal menjadi seperti “backdrop” untuk alun-alun Kota Batu yang populer dengan bianglala-nya tersebut.

Untuk mendaki Gunung Panderman ada dua jalur; jalur pertama adalah jalur umum yang telah tak sedikit dikenal yaitu melalui Dukuh Toyomerto, Desa Pesanggrahan. Jalur kedua bisa dikatakan tak tidak sedikit yang mengetahuinya sebab jalur ini bukanlah jalur umum dan tak tersedia fasilitas-fasilitas seperti tempat parkir dan air bersih sebab terbukti tak didesain bagi mereka yang bakal mendaki Gunung Panderman; tetapi sebetulnya jalur ini adalah seperti Jalan Pintas untuk hingga di puncak, dan bagi para anak buah penggemar alam di Kota Batu, jalur ini justru adalah jalur favorit mereka. Para anak buah penggemar alam Kota Batu biasa menyebutnya dengan jalur Curah Banteng. Suatu jalur yang lumayan menantang sebab di berbagai tanjakan aspek kemiringannya nyaris mencapai 90 derajat, dan hanya bisa dilalui dengan tutorial memanjatnya.

Pemandangan di sepanjang jalur kedua ini tak kalah indahnya dengan jalur pertama tetapi lumayan berbahaya. Pendaki bakal melalui tepian Curah Banteng yang sangat curam tetapi begitu indah. Apabila beruntung, pendaki bisa mengangkat pulang bunga edelweis yang tak sedikit tersedia di kurang lebih Curah Banteng. Untuk melalui jalur ini, dari Kota Batu pendaki wajib menuju ke arah Kusuma Agrowisata Hotel, dan semakin naik melalui jalan beraspal yang lumayan menanjak hingga ke titik awal pendakian.

Bagi kamu yang memilih jalur pertama alias jalur umum, pertama kamu wajib menuju Dukuh Toyomerto, Desa Pesanggrahan sebagai dukuh terbaru sebelum pendakian. Di sini kamu bisa menitipkan kendaraan dan mengurus perizinan. Seusai itu kamu bisa langsung bergerak menuju Pos I yaitu Pos Pendaftaran dilanjutkan ke Pos tempat sumber air (sekitar 1330 meter dpl), dimana kamu bisa mengisi persediaan air bersih terbaru sebab seusai itu tak bakal dijumpai lagi air bersih. Berikutnya kamu wajib berlangsung lagi menuju pos yang lebih tinggi lagi yaitu Pos Latar Ombo (1600 meter dpl) dimana waktu tempuhnya tak lebih lebih satu jam dari Pos tempat sumber air.

Pos berikutnya adalah pos yang disebut Pos Watu Gede (1730 mdpl) sebab di tempat ini tersedia tak sedikit sekali batu-batu besar. Hembusan angin di Pos Watu Gede ini lumayan kencang jadi jarang sekali pendaki yang berkemah di sini. Dari pos ini perjalanan menuju ke puncak bakal melalui hamparan ilalang dan dilanjutkan dengan tanjakan-tanjakan yang sangat menguras tenaga, kondisi medan di sini sangat terbuka dan tak ada ruginya untuk menikmati. sejenak pemandangan kurang lebih yang lumayan indah. Dari tempat ini, untuk mencapai puncak dibutuhkan waktu kurang lebih 30 menit alias lebih sebab medan yang menanjak adalah hambatan yang tak bisa dianggap enteng. Hingga di puncak yang disebut Puncak Basundara setinggi 2045 mdpl ini, seluruh rasa letih bakal terhibur saat di depan kamu membentang pemandangan Gunung Arjuno dan Welirang, hamparan Kota Batu dan Malang, dan apabila langit sedang cerah, kami juga bisa menonton gugusan pengunungan Tengger dan Gunung Semeru.

Monday, March 16, 2015

Mendaki Gunung Malabar


Gunung Malabar adalah suatu gunung api yang tersedia di Pulau Jawa. Gunung ini terletak di tahap selatan Kabupaten Bandung yakni Bajaran, dengan titik paling atas 2,343 meter di atas permukaan laut. Malabar adalah salah satu puncak yang dimiliki Pegunungan Malabar. Gunung wayang,Gunung Haruman,Gunung batu serta Gunung puntang adalah berbagai di antaranya. Dari kurang lebih lokasi bumi perekamahan tersedia 2 jalur pendakian untuk mendaki gunung puntang serta gunung haruman. Puncak gunung puntang di sebut puncak mega dengan ketinggian kurang lebih 2220 Mdpl. Sedangkan puncak paling atas gunung haruman di sebut dengan puncak besar yang bereketinggian lebih dari puncak mega.

Untuk menuju ke puncak mega di butuhkan waktu kurang lebih 3-4 jam perjalanan. Untuk mencapai puncak ini pendaki bisa memakai 2 jalur umum. Pendaki bisa memakai jalur biasa yang lebih datar alias memakai jalur VIP yang lebih cepat serta menanjak. Ke 2 jalur pendakian ini berakar dari kurang lebih kawasan ini.

Sedangkan untuk mencapai puncak besar di butuhkan waktu kurang lebih 6-7 jam melalui jalur yang tak sama lagi. Dahulu kala pendaki bisa mencapai puncak besar seusai melalui puncak mega. Tetapi bukit yang menghubungkan ke dua puncak tersebut sudah longsor serta jalur pun terputus jadi wajib memakai jalur lain untuk mencapai puncak besar.

Untuk menuju ke puncak mega di butuhkan waktu kurang lebih 3-4 jam perjalanan. Untuk mencapai puncak ini pendaki bisa memakai 2 jalur umum. Pendaki bisa memakai jalur biasa yang lebih datar alias memakai jalur VIP yang lebih cepat serta menanjak. Ke 2 jalur pendakian ini berakar dari kurang lebih kawasan ini. Sebaiknya pendaki tak sedikit banyak bertanya pada Orang orang basecamp PGPI.

Berbagai menit dari puncak batu kareta pendaki bakal mulai keluar dari hutan serta melalui kawasan yang lumayan terbuka. Jalur yang dilewati lumayan extreme sebab jalur sangat sempit serta terletak di ujung punggungan bukit. Seusai berlangsung kurang lebih 60 – 90 menit jadi pendaki bakal hingga di puncak gunung puntang. Di puncak ini tersedia suatu bangunan yang dahulu di gunakan sebagai pemancar radio. Dari sini terkesan puncak haruman di seberang yang terkesan sunyi. Pendaki bisa menonton 2 air terjun yang mengucur di gunung haruman.

Mendaki Gunung Papandayan


Papandayan berada di kabupaten Garut. Gunung bertipe Stratovolcano ini saat sebelum meletus pada tahun 2002 memiliki empat buah kompleks kawah besar tapi saetelah meletus kawah ini menjadi suatu areal kawah yang lumayan besar, serta kawah ini terkesan jelas dari kejauhan. Kompleks kawah gunung Papandayan ini dapat didatangi oleh masyarakat umum yang bukan pendaki gunung sekalipun, ini dimungkinkan sebab adanya jalan aspal mulus yang membentang dari bawah hingga kedekat kawah gunung ini.

Pendaki dapat memarkir kendaraannya di pelataran parkir yang lumayan luas serta berlangsung kaki kurang lebih 5 menit dari parkiran serta seusai itu bakal memasuki kawasan kawah gunung ini yang dikenal dengan sebutan Kawah Mas. Di kawasan parkir tidak sedikit tersedia warung-warung yang menjual makanan serta tidak hanya di kawasan ini didekat alun-alun Pondok Salada juga ada suatu warung.

Walaupun untuk mencapai kawasan kawah gunung ini dapat didatangin dengan kendaraan, bagi para pendaki gunung tantangan di gunung ini tetap ada, yaitu jalur trekking dari alun-alun Pondok Salada hingga kepuncak gunung ini serta kemudian turun melipiri punggungan puncak gunung ini serta jalan setapak dari jalur ini beres di belakang daerah parkiran kendaraan. Jalur trekking ini memakan waktu tidak lebih lebih 6 jam.

Kepada yang bawa kendaraan pribadi, dari Kota garut belokan kendaraan kamu menuju arah Cijulang serta dipertigaan Cisurupan ambil jalan yang lurus jangan berbelok ke kiri, sebagai barometer di pertigaan Cisurupan ini ada Plang selamat datang di Gunung Papandayan.

JALUR TREKKING KE PUNCAK

Parkiran – Alun-alun Pondok
Salada Dari parkiran jalur setapak dimulai mendekati kawah serta kemudian membelah kawah, hati-hati saat melangkah sebab dibebeberapa tempat tersedia tahap yang gembur dengan suhu yang lumayan panas serta kaki dapat terperosok. Kemudian jalur setapak membelok kekanan serta saat keluar dari komplek kawah ini jalan setapak semakin mendatar hingga hingga di suatu warung and disini tersedia suatu lapangan yang lumayan menampung lebih dari 30 tenda. Jalur setapak menuju Pondok Salada dapat ditemukan didepan warung ini serta kurang lebih lima menit berlangsung dari warung ini kami bakal hingga di Pondok Salada. Di Pondok Salada ini ada sungia kecil berair jernih hanya mengandung belerang.

Pondok Salada – Alun-alun Tegal Alur
Dari Pondok Salada jalur setapak mendaki suatu punggungan yang ada didepan pondok salada, keadaan jalur setapaknya sedikit hancuran tidak sedikit batu-batu besar semacam ajaran sungai kering. Seusai menyelesaikan etape tanjakan yang lumayan curam ini jalan setapak menjadi datar serta kemudian berbelok ke kiri serta kemudian menyusuri punggungan. Hati-hati saat menyusuri pungungan ini sebab di sebelah kiri jurang dalam yang berjarak hanya seengah meter dari jalan setapak. Tidak lama seusai keluar dari kawasan hutan yang tidak begitu lebat, kami bakal hingga disebuah alun-alun yang lumayan besar. Yang dikenal dengan nama Alu-alun Tegal Alur, di tahap ujung dari alun-alun ini (di hitung dari tempat kami muncul) ada suatu sungai kecil yang mengalir jernih. Sebelum mencapai alun-alun ini terlebih dahulu kami bakal melalui suatu lapangan mirip sebuh kawah mati.

Tegal Alur – Puncak
Dari tegal Alur jalan setapak menuju arah puncak berada di seberang sungai kecil, jalan setapak yang tiak begitu jelas ini kemudian membelok kearah kanan memasukui hutan, Hati-hati saat berada di kawasan ini mungkin sebab jalur ini jarang di tempuh maka terkadang jalur jalansetapaknya tiba-tiba menghilang tapi apabila jeli kami bakal tidak sedikit menemukan string line alias ikatan tali raffia berwarna merah serta bitu yang di ikatkan pada ranting pohon sebagai penanda jalan. Dikawasan puncak Gunung Papandayan tidak tidak sedikit yang dapat dinikmati tidak hanya pemandangan kawah. Dipuncak ini tidak ada tiang trianggulasi nya alias tiang penunjuk ketinggian. Tidak ada tanda tidak hanya saat hingga di puncak gunung ini jalan setapak seterusnya bakal menurun. Apabila kamu mengangkat altimeter alias GPS makan bakal mudah menentukan puncaknya. Puncak gunung ini hanya pelataran kecil saja serta tersamar dengan jalan setapak yang membelahnya.

Puncak – Parkiran
Dari puncak jalan setapak kemudian menurun, lama-kelamaan jalan setapaknya turun curam mengikuti gigiran punggungan puncak hati-hati dengan langkah kamu sebab disebelah kiri jurang menganga kea rah kawasan kawah. Jalan setapak di kawasan ini tidak sedikit ditumbuhi oleh rimbunnya flora serta pohon yang tidak sedikit ranting-ranting an dahan yang menjorok hinga ketanah maka saat melalui etape ini kami wajib membungkuk serta terkadang merangkak. Dari puncak ke parkiran perlu waktu kurang lebih tiga jam serta kami bakal timbul di tahap belakang parkiran ada suatu sungai yang mengalir serta airnya jernih.

Perijinan
Tidak sulit hanya saat memasuki kawasan kamu dikenakan retribusi Rp.3.000,- per orangnya. Untuk kendaraan apabila kamu mengangkat kendaraan serta menginap kamu dapat memberikan uang jasa menjaga kendaraan pada tukang pakirnya.

Sunday, March 15, 2015

Mendaki Gunung Ungaran


Untuk menuju puncak Gunung Ungaran ini diperlukan waktu kurang lebih 5 jam dari candi Gedung Songo, alias kurang lebih 8 jam dari Jimbaran. Gunung ini bisa didaki dari Jimbaran - Ungaran, alias dari Taman Wisata Candi Gedung Songo - Ambarawa. Bagi para penggiat alam leluasa dari Jawa Barat alias Jawa Timur bisa memakai transportasi darat kereta api, dari jawa barat naik kereta api Tawang Jaya dari stasiun Senen Jakarta menuju stasiun Poncol - Semarang. Jawa Timur naik kereta api dari stasiun pasar turi menuju Poncol Semarang. Sesampainya di stasiun poncol ini kami naik bus kota menuju terminal Terboyo, dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Bandungan.

Gunung Ungaran mempunyai ketinggian 2050 mdpl, kondisi alamnya tetap diselimuti hutan lebat dan tidak sedikit tersedia tempat-tempat wisata, maupun tempat-tempat keramat yang sangat luar biasa untuk dikunjungi. Panorama di puncak Gunung Ungaran kami bias menyaksikan Gunung Merbabu yang sangat kokoh dan besar saat di lihat di atas puncak Gunung Ungaran.

Pendakian Jalur Jimbaran

Hingga Pos Mawar perjalanan dilanjutkan kembali dengan trekking menuju Pos II alias Pos Bayangan. Dari Pos Mawar kami bisa menonton Gunung Merbabu dan Gunung Telomoyo. Kami manfaatkan semaksimal mungkin suasana panorama menawan ini dengan mendokumentasikan setiap peristiwa bagus.

Awal perjalanan kami mengawali kawasan hutan ciri khas pegunungan dengan vegetasi yang sedikit tertutup maka udara lumayan sejuk. Medan kemudian mulai menanjak dan vegetasi mulai terbuka, maka pada saat cuaca kemarau medan ini menjadi berdebu. Perjalanan di lanjutkan dengan medan yang mulai memasuki kawasan hutan kembali dengan tidak sedikit pepohonan maka suasana menjadi sejuk, ditengah perjalanan kami melalui sungai dan tersedia air terjun kecil maka suasana menjadi sejuk. Suara air dan angin semilir begitu sejuk dan damai dengan suasana tempat yang tetap tertutup dengan pohon-pohon besar gunung Ungaran.

Dari air terjun perjalanan dilanjutkan dengan berlangsung kea rah kanan dengan track yang menanjak dan kembali agak landai. Melintasi kawasan hutan sejauh 1 km bakal mendampingi kami ke perkebunan Sikendil. Di lokasi perkebunan kopi ini tersedia pondok dan bak penampungan air yang menyerupai kolam renang.

Tersedia percabangan jalan, kekiri adalah menuju puncak sedang lurus adalah jalur menuju Babadan, Ungaran. Jalan agak menanjak hingga kemudian mendatar untuk menuju pertigaan yang adalah jalur ke puncak. Di ujung jalan datar, kami hingga dipertigaan si kendil, suatu percabangan di perbatasan antara kebun kopi.

DUSUN PROMASAN
Untuk menuju puncak kami ambil jalur kekiri, tetapi sebaiknya kami beristirahat dulu di Dusun Promasan turun kearah kanan yang juga adalah jalur pendakian dari arah Boja Kendal. Dusun Promasan terletak di tengah perkebunan teh dengan jumlah rumah hanya kurang lebih 25 rumah.

Pemandangan puncak Gunung Ungaran dari lokasi ini sangat luar biasa indahnya. Pendaki biasanya menginap di rumah Biyung tetapi tidak menjual makanan, untuk makan wajib memasak sendiri. Sementara di rumah bapak ketua RT menyediakan warung makan dan perlengkapan lainnya. Kalau mau membuka tenda tersedia lapangan yang lumayan luas di dekat kamar mandi umum.

Tersedia Gua Jepang di tengah-tengah perkebunan teh. Gua ini dibangun pada masa pendudukan Jepang dan adalah tempat persembunyian tentara Jepang ketika Perang Dunia ke II. Gua Jepang berupa lorong panjang kurang lebih 150 meter. Tersedia ruangan-ruangan di segi kiri dan kanan lorong. Gua ini mempunyai 3 buah pintu masuk yang juga bertujuan sebagai ventilasi udara. Untuk memasuki gua wajib memakai lampu senter, dan bila hujan air bisa masuk gua maka menjadi licin.

Tidak hanya Gua Jepang tempat luar biasa lainnya berupa Candi Promasan yang berupa kamar mandi umum terbuka yang berhiaskan patung-patung sederhana. Konon dengan mandi di tempat ini bakal membikin kami tahan lama muda.

MENUJU PUNCAK GUNUNG UNGARAN
Dari dusun Promasan pendakian dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak di tengah-tengah perkebunan teh. Di ujung perkebunan teh kami bakal menemui hutan yang tidak begitu lebat dengan lamtoro gunung dan cemara menghiasinya. Selanjutnya kami bakal menemukan pertemuan jalur, ambillah jalur lurus sebab jalur kiri adalah jalur dari pertigaan. Jika kami tidak turun ke Desa Promasan tetapi langsung kepuncak dari pertigaan, ketika menemui percabangan ini ambillah jalur kekiri. Jarak tempuh normal dari pertigaan dan desa promasan menuju puncak adalah 2 jam dengan medan yang berat, penuh batu-batu, dan tidak jarang kami wajib memanjat batu-batu yang tingginya 1 meteran.

Setengah perjalanan alias kurang lebih 1 jam berjalan, kami bakal menemui tebing-tebing batu yang berketinggian kurang lebih 20 meter dan dihiasi oleh padang sabana dengan pepohonan yang jarang. Daerah ini di siang hari sangat panas dan berangin kencang sebab tidak adanya pohon-pohon pelindung yang tumbuh, tidak sedikit hanya alang-alang yang bisa kami temui di sini hingga puncak.

Disarankan supaya mendaki ke puncak saat malam alias pagi-pagi sekali, tidak hanya untuk menghemat air minum juga supaya terhindar dari terik matahari yang bisa membakar kulit. Jalur disini menuntut kewaspadaan yang tinggi, sebab kami melalui punggungan yang terjal berbatu besar dan licin. Kami menempuh jalan setapak yang mengitari tebing-tebing.

Jika kamu telah mencapai hutan kecil yang diapit oleh 2 punggungan berarti puncak gunung Ungaran telah dekat. Di atas hutan kami bisa menemui tebing terjal, jalan setapak dengan menyusuri tahap tengah tebing menuju arah kiri kemudian berbelok ke kanan dan akhirnya hinggalah ke puncak Ungaran yang berketinggian 2050 mdpl dan dihiasi oleh suatu tugu yang dibangun oleh batalyon militer dari Semarang. Dari puncak Gn. Ungaran kami bisa menonton Gn. Sumbing, Gn. Sundoro di sebelah barat daya.

TURUN KE CANDI GEDONG SONGO
Menuruni Gunung Ungaran melalui jalur Candi Gedong Songo menjadi opsi yang menarik. Dengan melintasi kawasan hutan yang lumayan lebat dan jalan yang licin bila turun hujan, pendaki dituntut untuk tetap waspada sebab tidak sedikit jalur percabangan yang bakal mengangkat pendaki ke jurang alias ke jalur pendakian lainnya.Jalur yang panjang dan agak landai tidak jarang kali juga wajib menuruni tanjakan-tanjakan yang sangat terjal memberikan nuansa yang tidak sama dalam pendakian ke gunung Ungaran.

Mendaki dan menuruni gunung ungaran bila dilakukan di siang hari ada keunikan tersendiri, kami bisa menikmati suasana hutan yang lumayan lebat dengan dihiasi tebing-tebing curam puncak-puncak gunung Ungaran. Khususnya ketika kami berada di lembah yang di apit oleh dua puncak.

Seusai berlangsung kurang lebih 3 jam melintasi track yang berselang-seling anatara landai dan terjal di tengah hutan yang lumayan lebat, jalur menjadi terbuka melintasi padang rumput. Di siang hari terasa sangat panas dan di musim kemarau tidak sedikit debu maka wajib menjaga jarak dengan pendaki di depannya sebab debu yang dibangun oleh langkah kaki pendaki di depannya. Meskipun demikian kami bakal disuguhi pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Merbabu dan Rawa Pening di sepanjang perjalanan.Sedangkan di sebelah tenggara, kami menonton Gn. Telomoyo, Gn. Merbabu, dan Gn. Merapi

Mendaki Gunung Cikuray


Cikuray yang identik dengan suatu kerucut raksasa adalah salah satu gunung yang terletak di selatan kota Garut Jawa Barat. Gunung Cikuray mempunyai ketinggian 2.818 meter di atas permukaan laut (mdpl) serta adalah gunung paling atas keempat di Jawa Barat seusai tiga gunung lainnya yaitu, Gunung Ceremai (3078 mdpl), Gunung Pangrango (3019 mdpl), serta Gunung Gede (2958 mdpl). Meskipun gunung ini indah, Gunung Cikuray terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Indonesia.

Transportasi

Pendakian Gunung Cikuray dari Cilawu bisa dicapai dari Garut. Perjalanan dari jalan raya untuk menuju titik awal pendakian yaitu stasium pemancar TV bisa memakan waktu kurang lebih 2 jam hingga dengan 3 jam berlangsung kaki alias bisa memakai jasa ojek hanya kurang lebih 40 menit. Untuk trek jalan dari jalan raya menuju stasiun pemancar TV, bisa dilewati dari Desa Babakan Loak – Desa Cisumur – Desa Mekarsari – stasiun pemancar TV.

Kondisi jalan untuk menuju stasiun pemancar lumayan lebar di mana bisa dilewati mobil tetapi jalan tersebut hanya tesusun dari bebatuan. Apabila hendak menuju Kecamatan Cilawu ini dengan kendaraan umum bisa mengambil jurusan Garut yang bakal berhenti di Terminal Garut (Guntur), kemudian dilanjutkan dengan angkot 06 menuju Cilawu, bisa turun di Sukamulya alias Cigarungsang,di tengah jalan kami ketemu Pos perkebunan,di situ kami di suruh ngisi buku tamu serta kena anggaran Rp.2.000/orang. Lalu bisa dilanjutkan dengan jasa ojek untuk menuju Stasiun pemancar Rp.30.000/orang.

Jalur Pendakian Cilawu

Dari stasiun pemancar, mengawali pendakian melalui kebun teh dengan punggungan yang terkesan jelas, dari sana juga bisa terkesan bentuk punggungan yang bakal didaki hingga menuju puncak Gunung Cikuray apabila cuaca cerah tanpa kabut. Perjalanan melalui kebun teh hanya singkat, kurang lebih 30 menit dengan kondisi jalur yang gersang serta berdebu. Seusai itu baru memasuki hutan yang teduh. Di luar musim hujan, kondisi tanah tetap terkesan gersang serta berdebu bila ditapaki.

Pos 1 bisa dicapai dari stasiun pemancar TV dengan waktu tempuh kurang lebih 50 menit. Kemudian ditambah kurang lebih 50 menit lagi untuk menuju Pos 2. Waktu tempuh Pos 2 ke Pos 3 adalah 1,5 kali lebih lama dibanding waktu tempuh dari Pos 1 ke Pos 2. Sebab medannya yang curam, dengan kontur yang rapat, Pos 1, Pos 2, serta Pos 3 hanya sanggup menampung satu hingga dua tenda. Sementara di Pos 4 tersedia tempat yang lebih luas yang bisa menampung hingga tiga tenda.

Sebelum mengawali pendakian, sebaiknya mengisi perbekalan air di stasiun pemancar TV. Dalam musim kemarau panjang, pendaki tak bisa mengisi perbekalan air di stasiun pemancar sebab para pekerja di stasiun pemancar tersebut juga wajib bolak–balik ke desa untuk mengisi ulang air yang mereka butuhkan. Jadi untuk lebih pastinya, sebaiknya diisi sebelum menuju stasiun pemancar, tepatnya di desa terbaru : Desa Cisumur alias Cikoneng di Desa Dayeuh Manggung, Kecamatan Cilawu.

Pos 4 Perjalanan dilanjutkan semakin mendaki dari Pos 4 menuju Pos memperlukan waktu kurang lebih 45 menit dengan kemiringan yan lebih terjal semacam Pos 3 menuju Pos 4 yang kemudian bisa dilanjutkan ke Pos Puncak Bayangan yang mempunyai lahan yang lebih luas dari lima pos sebelumnya serta dengan kondisi lebih datar tanpa adanya semak belukar.

Perjalanan seusai Pos Puncak Bayangan bisa dilakukan menuju Pos yang luasnya hampir sama dengan pos puncak bayangan yang sanggup menampung kurang lebih 3 hingga 4 tenda. Dari Pos 6 ini pepohonan tinggi telah tak terlalu rapat tetapi tetap bisa menghalangi hantaman angin langsung serta telah sangat dekat dengan Puncak Gunung Cikuray. Pos 6 ini bisa menjadi tempat yang paling santai untuk menantikan peristiwa matahari terbit alias tenggelam. Hanya tinggal menanjak ke puncak tak lebih dari 15 menit dengan mengangkat perbekalan secukupnya, lalu balik lagi ke Pos 6 kurang lebih 10 menit.

Puncak Gunung Cikuray dengan menampilkan panorama kota serta pegunungan di wilayah Garut. Di sebelah barat tampak berjajar pegunungan hingga ke arah utara, mulai dari Gunung Papandayan hingga Gunung Guntur. Di puncak Gunung Cikuray tersedia bangunan berupa pos seluas 2.5 x 2.5 meter. Sehingga hanya sanggup menampung 1 tenda. Menempati pos di puncak ini adalah opsi yang beresiko, apalagi di saat musim hujan. Tidak hanya sebab kondisi puncak yang gersang serta tak dikelilingi pepohonan, pos tersebut biasa menjadi incaran para pendaki yang langsung menuju puncak untuk mendirikan tenda.