Saturday, March 14, 2015

Mendaki Gunung Penanggungan


Gunung Penanggungan, adalah gunung berapi yang sedang tidur alias sedang dalam kondisi tak aktif. Gunung Penanggungan tak jarang disebut miniatur Semeru, sebab apabila di lihat kondisi puncaknya sangat tandus, mirip Semeru. Ketinggian kurang lebih 1.653 mdpl, puncak penanggungan terdiri dari bebatuan cadas serta jarang di tumbuhi pohon, hingga apabila di lihat dari kejauhan mirip kepala botak tanpa rambut.

Pada malam hari, udara di puncak berkisar kurang lebih 10 - 15 derajat sedangkan pada siang hari berkisar kurang lebih 15 - 25 derajat. Dari kaki hingga lereng bawah Gunung Penanggungan berupa hutan lindung dengan tipe tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo serta jabon. Di bawah tegakan pohon-pohon raksasa ini, tumbuh tanaman empon - empon seperti kunir, laos, jahe serta bunga - bunga kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa lembab, sinar matahari tak sepenuhnya menembus tanah. Hingga di lereng atas ditumbuhi caliandra, yang bercampur dengan tipe Resap, Pundung serta Sono.Caliandra merah tampak mendominasi, tumbuh lebat hampir menutup permukaan tanah, mesikipun pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga kondisi di puncak; hanya akar rumput gebutan yang sanggup tumbuh menerobos kerasnya batuan padas Gunung Penanggungan.

Kondisi medan Gunung Penanggungan tak tidak sama dengan gunung - gunung lain : datar, landai, miring, berbukit serta berjurang. Di kaki gunung, kondisi medannya landai hingga sejauh 2 km. Naik ke atas kemiringannya berkisar 30 - 40 derajat. Di tahap perut gunung agak curam, berkisar 40 -50 derajat sepanjang 1 km. Hingga di dada gunung, tak sedikit jurang - jurang dengan kemiringan berkisar 50 -60 derajat; tanahnya berbatu sepanjang 2 km dari dada, leher hingga puncak gunung. Medannya amat curam, berbatu, licin serta kemiringannya berkisar 60 -80 derajat sepanjang 1,5 km. hingga di puncak, batu - batu padas nampak di sana - sini. Di puncak tersedia lembah, siapa tahu seperti kawah yang telah tak aktif lagi. Luasnya kurang lebih 4 ha. Tempat ini biasanya dimanfaatkan untuk base camp. Tempat yang enjoy untuk menikmati keindahan pada malam hari.

Untuk mencapai puncak Gunung Penanggungan tersedia 4 ( empat ) arah pendakian yaitu via Trawas, Jolotundo, Ngoro serta via Pandaan. Bagi pendaki yang memilih start dari Desa Jolotundo serta Ngoro, di sepanjang jalan bakal melalui candi - candi peninggalan purbakala. Yang memilih start dari Desa Trawas serta Pandaan hampir tak menjumpai peninggalan purbakala.

Jalur Trawas

Untuk mencapai Trawas, dari Surabaya alias Dari Malang naik bis menuju Pandaan, naik lagi Minibus menuju ke Trawas. Selagi perjalanan jalan yang dilewati telah beraspal. Dari Desa Trawas,Mojokerto,kita menuju ke desa Rondokuning ( 6 km ) dengan kendaraan roda 4 alias roda 2. Dari desa Rondokuning melalui jalan setapak hutan alam menuju ke puncak Penanggungandengan memakan waktu kurang lebih 3 jam. Sepanjang jalan, pendaki bakal menonton pemandangan dari lubang - lubang lebatnya pohon kaliandra, puncak Gunung Bekel yang adalah anak Gunung Penanggungan terkesan angker. Rumah - rumah penduduk, pabrik - pabrik, sawah - sawah terkesan di bawah.

Jalur Jolotundo

Untuk mencapai Jolotundo dari Trawas naik lagi minibus kurang lebih 9 Km. Desa Jolotundo adalah salah satu desa yang berada dekat dengan puncak Gunung Penanggungan ( 6,5 Km ). Pendakian lewat Jolotundo memperlukan total waktu 3 jam. Perjalanan tak melalui pedesaan, namun langsung menyusup ke dalam hutan alam. kemiringan medannya 40 derajat, melalui jalan setapak. Di kanan - kiri tersedia pohon - pohon besar. Hati - hati, di kurang lebih sini tak sedikit jalan setapak yang menyesatkan.

Seusai perjalanan memakan waktu 1 jam, hutan alam terlewati, berganti memasuki hutan caliandra yang amat lebat dengan jalan menanjak. Berlangsung kurang lebih 30 menit pendaki melalui Batu talang, suatu batu yang panjangnya 7 km tanpa putus, bersumber dari leher Gunung Penanggungan yang memanjnag seperti talang air menerobos hutan hingga ke Desa Jolotundo serta Desa Balekambang.

Dari Batu talang, semakin menyusup hutan caliandra. Kurang lebih 300 m, hinggalah di Candi Putri, suatu candi peninggalan Airlangga yang berkapasitas 7x7x4 m dalam kondisi tak utuh. Candi Putri ini dikelilingi oleh hutan caliandra yang sangat lebat. Dari Candi Putri, kurang lebih 200 m hingga di Candi Pure, yaitu suatu candi yang berkapasitas 7x6x2 m terbuat dari batu andesit.

Dari Candi Pure, kurang lebih 150 m hingga di Candi Gentong. Disini tersedia meja. Candi gentong serta meja sebetulnya bukan candi, namun menurut masyarakat setempat dinamakan candi. Candi Gentong adalah peninggalan kuno yang terbuat dari batu kali. Posisinya bersebelahan. Gentong terletak di sebelah Utara, meja terletak di sebelah selatan namun dalam 1 lokasi. Gentong berdiameter 40 cm tahap mulut serta 90 cm tahap perut, tebal 15 cm. Setengan badannya terpendam di dalam tanah. Sedangkan meja panjang 175 cm, lebar 100 cm serta tinggi 125 cm.

Seusai melalui Candi Gentong, perjalanan dilanjutkan menyusur ke atas. Lebih tak lebih berlangsung 50 m hingga di Candi Shinto. Kondisi candi sangat memprihatinkan, panjang 6 m, lebar 6 m, tinggi 3 m, terletak di hutan wilayah RPH Seloliman. Seusai melalui hutan tak lebih lebih 300 m bakal ditemui candi lagi, yaitu Candi Carik serta kurang lebih 300m Candi Lurah. Serta hinggalah di puncak.

Jalur Ngoro

Untuk mencapai Ngoro dapat dari arah Pandaan alias dari Arah Mojokerto. Dari arah Pandaan naik minibus jurusan Ngoro sedangan dari arah Mojokerto naik minibus menuju arah Ngoro. Desa Ngoro lebih mudah dicapai lewat Mojokerto sebab terletak di tikungan jalan jurusan antara Japanan, Mojosari, Kabupaten Mojokerto; persisnya di kaki Gunung Penanggungan sebelah Utara. Dari desa Ngoro kami menuju ke desa Jedong ( 6 Km ) dengan kendaraan angkutan pedesaan lalu perjalanan di teruskan menuju dusun Genting kurang lebih 3 Km. Masyarakat Desa Genting sebagaian besar penduduknya suku Madura.

Dari dusun Genting, pendaki naik ke atas memasuki hutan lindung, melalui jalan setapak menyusur ke atas, kemudian menurun serta melalui Candi wayang serta kurang lebih 2 km menuju puncak dengan medan yang sangat miring antara 70 - 80 derajat. Jalur lewat desa Ngoro ini lebih susah dibandingkan dengan jalur desa Jolotundo.

No comments:

Post a Comment